APA ITU AL-QUR’AN??
(SEBUAH PENGANTAR DAN PENJELASAN SINGKAT)
A. Pengertian Bahasa & Definitif
Pada kesempatan ini, akan dipaparkan tentang pengertian Kitab Suci umat Islam, yaitu al-Qur’an. Pemaparan diawali dengan memaparkan pendapat para ulama tentang al-Qur’an. Jadi, mari kita simak bersama-sama.
Secara bahasa, menurut al-Farra’ kata al-Qur’ān berasal dari kata al-Qarā’in yang berarti kawan. Pendapat ini didasarkan pada ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur’an saling membenarkan dan menjadi kawan antara satu dengan yang lain. Sedangkan al-Lihyani berpendapat bahwa kata al-Qur’ān berasal dari kata qara’a, yang berarti membaca. Pengertian secara kebahasaan disini hanya dipaparkan 2 pendapat tersebut, untuk selanjutnya langsung penjelasan pengertian al-Qur’an secara istilah/definitif.
Subhi Shalih mengemukakan pengertian al-Qur’an secara definitif, yaitu Kalam yang mu’jiz (melemahkan penentangnya) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tertulis dalam suatu mushaf. Dan diriwayatkan secara mutawatir, lalu siapapun yang membacanya dinilai sebagai ibadah. Senada dengan Subhi Shalih, ash-Shabuni juga mengemukakan pendapatnya tentang al-Qur’an. Hanya bedanya, ash-Shabuni lebih merinci dengan menyebutkan proses turunnya al-Qur’an dari malaikat kepada Nabi Muhammad SAW. Pendapat dari ulama lain seperti Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi juga mengindikasikan substansi yang sama terkait al-Qur’an.
Berdasarkan pemaparan dari pendapat para ulama di atas, ada beberapa poin yang mempunyai ‘benang merah’ yang sama. Dapat diambil kesimpulan bahwa al-Qur’an adalah Kalamullah (firman Allah SWT) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Diturunkan sebagai mu’jiz dan diriwayatkan secara mutawatir, kemudian bagi yang membacanya dinilai sebagai ibadah. Barangkali pengertian ini yang dapat disimpulkan, selebihnya dipersilahkan siapapun untuk mengemukakan pengertian al-Qur’an menurut yang dipahami, namun tetap harus berdasarkan sumber-sumber otoritatif tentunya!!
B. Nama-Nama al-Qur’an
Berikut beberapa nama-nama al-Qur’an yang disebut sendiri oleh al-Qur’an dalam ayat-ayatnya:
- Al-Kitab (Tulisan)
- Az-Zikr (Peringatan)
- Al-Furqon (pembeda/pemisah)
Lalu ada pula para ulama yang membagi nama-nama al-Qur’an berdasarkan sifat-sifatnya, yaitu:
- Al-Majid (Mulia)
- Al-‘Arabiy (Berbahasa Arab)
- Al-‘Aziz (Mulia)
C. Pembagian Surat-Surat al-Qur’an
Dilihat dari sisi panjang/pendeknya ayat yang terdapat dalam satu surat al-Qur’an, para ulama membaginya menjadi 4 macam:
- As-Sab’u at-Ṭhiwāl, yaitu 7 jenis surat-surat al-Qur’an yang panjang-panjang. Surat-surat yang masuk dalam kategori pertama ini seperti Surat al-Baqarah, Ali ‘Imrān, an-Nisā’, al-A’rāf, al-An’ām, al-Mā’idah, dan Yūnus.
- Al-Mi’ūn, yaitu kategori kedua ini merupakan surat-surat yang mempunyai ayat kurang lebih 100 ayat, seperti Surat Hd dan Yūsuf.
- Al-Matṡāni, yaitu surat-surat al-Qur’an yang jumlah ayatnya kurang dari 100 ayat. Kategori ketiga ini dapat dijumpai dalam Surat al-Anfāl, at-Taubah, dan al-Ḥājj.
- Al-Mufashshal, yaitu surat-surat yang jumlah ayat-ayat di dalamnya relatif lebih sedikit, atau surat-surat pendek, seperti misalnya Surat al-‘Alaq, al-Qadr, dan an-Nās.
D. Seputar Jumlah (Ayat dan Surat al-Qur’an)
Para ulama menyepakati jumlah surat yang ada dalam al-Qur’an terdapat 114 surat. Perbedaan terletak pada jumlah ayat-ayat al-Qur’an, yang memang kesemuanya berkisar rata-rata 6000-an ayat. Sehingga perbedaan pendapat terkait jumlah ayat tidak secara signifikan. Para ulama Makkah berpendapat jumlah seluruh ayat Qur’an ada 6220, lalu ulama kufah berpendapat ada 6236 ayat. Kemudian para ulama Madinah berpendapat jumlah ayat Qur’an sebanyak 6214. Dan terakhir para ulama Bashrah menghitung dengan total ada 6205 ayat.
Berbagai perbedaan seputar jumlah ayat Qur’an yang ada dapat diidentifikasi karena beberapa hal: Pertama, perbedaan pada penentuan status pembuka surat, apakah berdiri sendiri ataukah termasuk dalam rangkaian suatu ayat. Lalu kedua, perbedaan status basmalah yang ada berpendapat berdiri sendiri, ada pula yang menganggap sebagai satu kesatuan dengan surat terkait. Dan terakhir yang ketiga, perbedaan muncul pada penetapan faṣilah (akhir dan penghabisan ayat).
Kemudian ada kategorisasi lain yang perlu dipaparkan dalam pembahasan ini, yaitu pembagian di dalam al-Qur’an berdasarkan juz, dan hizb. Pembagian juz di dalam al-Qur’an dibagi menjadi 30 juz. Lalu pembagian dalam bentuk hizb berjumlah 7 hizb. Dibaginya al-Qur’an menjadi 2 bentuk tersebut bertujuan untuk memudahkan para pembaca dalam mengkhatamkan bacaan al-Qur’an. Oleh karena itu pembaca diberi pilihan untuk membaca berdasarkan juz maupun hizb. Jika berdasarkan juz, maka pembaca yang ingin segera khatam maka membaginya menjadi 30 bagian. Namun jika ingin membaca berdasarkan hizb maka dibagi menjadi 7 bagian.
Kategori ketujuh hizb berikut terdiri dari hizb pertama dimulai dari Surat al-Baqarah, Ali ‘Imran, dan an-Nisa’. Lalu hizb kedua, dimulai dari Surat al-Ma’idah sampai Surat at-Taubah. Dan hizb ketiga, dari Surat Yunus hingga an-Nahl. Lalu hizb keempat dari Surat al-Isra’ sampai Surat al-Furqon. Kemudian hizb kelima dimulai dari Surat asy-Syura hingga Yasin. Lalu hizb keenam dari Surat as-Shaffat sampai al-Hujurat. Lalu Hizb ketujuh terdiri dari Surat Qaf sampai terakhir Surat an-Nas.
E. Turunnya al-Qur’an
Menurut beberapa ulama, al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui tiga tahapan:
- Diturunkan ke Lauh Mahfuzh
- Menuju Bait al-Izzah (di langit dunia)
- Kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur
Pendapat di atas antara lain didukung oleh az-Zarkasyi dan Ibnu Hajar al-Asqalani. Sedangkan ahli-ahli tafsir yang menolak 3 tahapan tersebut diantaranya ahli tafsir Subhi Shalih. Subhi Shalih beralasan riwayat-riwayat yang menjelaskan 3 tahapan tersebut tidak sampai mutawatir, juga bertentngan dengan pernyataan al-Qur’an.
Kemudian terkait permulaan ayat yang turun, menurut pendapat yang paling kuat mengatakan bahwa Surat al-‘Alaq:1-5 merupakan yang pertama kali turun kepada Nabi SAW. Turun di Gua Hira saat Nabi Muhammad SAW sedang berkhalwat (menyendiri). Peristiwa ini bertepatan dengan Malam Senin, 17 Ramadhan (Juli) tahun 610 M. Walaupun memang ada beberapa pendapat lain yang mengatakan bahwa bukan al-‘Alaq:1-5 yang turun pertama kali.
Muhammad Abduh misalnya, berpendapat Surat al-Fatihah lah yang turun pertama kali. Lalu ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Surat al-Muddatsir yang sebenarnya pertama kali turun. Beberapa pendapat yang berbeda dengan pendapat mainstream tersebut lalu ada yang membantah dan berlanjut mengkompromikannya. Surat al-Fatihah bukan yang pertama kali turun, tetapi surat yang pertama kali turun secara lengkap. Kemudian surat al-Muddatsir juga bukan yang pertama kali turun, melainkan surat yang pertama kali diturunkan mengenai perintah untuk menyampaikan pesan ketuhanan (Tauhid) kepada manusia.
Bahkan terkait dengan surat al-Muddatsir tersebut, menurut riwayat yang cukup kuat turun persis setelah Surat al-‘Alaq. Ketika Nabi SAW di rumahnya bersama Siti Khadijah, setelah kepulangannya dari Gua Hira. Lalu setelah peristiwa tersebut tiba suatu masa, yaitu fatrat al-Wahyi, dimana masa terputusnya wahyu. Perlu diketahui bahwa secara umum, turunnya ayat-ayat al-Qur’an lebih banyak berkaitan dengan situasi dan kondisi yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW dan umat Islam saat itu.
Berbeda dengan surat al-Qur’an yang pertama kali turun, surat al-Qur’an yang terakhir turun lebih variatif pendapatnya., seperti nampak dalam rincian berikut:
- Surat yang terakhir kali turun ialah Surat al-Ma’idah:3
- Surat terakhir turun ialah Surat al-Baqarah: 278
- Terakhir turun Surat al-Baqarah: 281
- Ayat yang terakhir turun Surat al-Baqarah: 282
Dari keempat pendapat tersebut, pendapat pertama lebih banyak dianut oleh para ahli tafsir. Sedangkan pendapat ketiga sisanya dianut oleh sebagian ahli tafsir, yang tentu juga didasarkan pada riwayat-riwayat yang dianggap paling kuat. Perbedaan-perbedaan tersebut muncul karena beberapa tolok ukur atau kaidah yang diterapkan berbeda satu sama lain antar para ahli tafsir.
Sumber Referensi:
As-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an dan Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang, 1972.
Shalih, Subhi. Mabāḥiṡ fī ‘Ulūm al-Qur’ān. Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1997.
H.A. Athaillah. Sejarah al-Qur’an: Verifikasi tentang Otentisitas al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.