A. Biografi Muhammad Syuhudi Ismail
1. Latar Kehidupan

Nama lengkapnya ialah Muhammad Syuhudi Ismail, atau lebih populer dikenal dengan Syuhudi Ismail. Syuhudi Ismail lahir di Lumajang, Jawa Timur pada tanggal 23 April 1943. Beliau merupakan putera keempat dari pasangan H. Ismail dan Sufiyatun. Kedua orangtuanya merupakan saudagar yang taat beragama, sehingga sedikit banyak mempengaruhi kehidupan spiritual Syuhudi Ismail.
Pada fase kehidupan remajanya, lebih tepatnya pada usia 22 tahun, Muhammad Syuhudi Ismail memutuskan untuk menikah. Pada tahun 1965, Muhammad Syuhudi Ismail menikah dengan Nurhaedah Sanusi, dan dari pernikahannya ini lahirlah tiga orang putera-puterinya, yaitu Yunida Indriani, Khaerul Muttaqin, dan Muhammad Fathoni.
Rumah tangga yang dijalani Muhammad Syuhudi Ismail dengan istrinya tidak berjalan begitu lama. Hal ini dikarenakan pada tahun 1972, istrinya, yaitu Nurhaedah Sanusi meninggal dunia. Setelah itu, Muhammad Syuhudi Ismail melanjutkan kehidupan rumah tangganya dengan menikahi Habibah Sanusi, yang merupakan kakak kandung Nurhaedah Sanusi. Dari pernikahan keduanya ini lahirlah dua putera, yaitu Muhammad Ahsan dan Muhammad Irfan.
Dalam hal karir pekerjaan, Syuhudi pernah diangkat menjadi Staf Pengajar di berbagai Perguruan Tinggi Islam di Ujung Pandang, seperti Fakultas Syari’ah IAIN Alauddin Ujung Pandang (sejak 1967), Fakultas Tarbiyah UNISMUH Makassar di Ujung Pandang dan Enrekang(tahun 1974-1979), Fakultas Ushuluddin dan Syari’ah, Universitas Muslim Indonesia (UMI) Ujung Pandang (tahun 1976-1982), dan pada Pesantren IMMIM Tamalanrea, Ujung Pandang (tahun 1973-1978).
Muhammad Syuhudi Ismail merupakan suatu tokoh yang memiliki kapasitas keilmuan yang sangat mumpuni. Beberapa posisi strategis dalam instansi maupun dalam organisasi menjadi bukti pernyataan tersebut. Muhammad Syuhudi Ismail meninggal pada tanggal 19 Nopember 1995 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Lalu jasadnya dimakamkan di Pekuburan Islam (Arab), Bontoala, Ujung Pandang pada tanggal 20 Nopember 1995.
2. Perjalanan Intelektual
Muhammad Syuhudi Ismail mengawali pendidikannya pada Sekolah Rakyat Negeri (SRN) di Sidorejo pada umur 12 tahun. Lembaga pendidikan tersebut setara dengan bangku SD (sekarang). Setelah lulus dari bangku Sekolah Rakyat (SR), Muhammad Syuhudi Ismail melanjutkan pendidikannya di PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) di Malang selama empat tahun (lulus 1959). Dari PGAN, Syuhudi Ismail lalu melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi di PHIN (Pendidikan Hakim Islam Negeri) Yogyakarta dan lulus pada tahun 1961.
Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, cabang Makassar (kemudian berubah menjadi IAIN Alauddin Makassar), berijazah Sarjana Muda (lulus tahun 1965). Fakultas Syari’ah IAIN Alauddin Ujung Pandang (lulus tahun 1973). Studi Purna Sarjana (SPS) di Yogyakarta (TA 1978/1979), dan Program Studi S2 pada Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (lulus tahun 1985).
Muhammad Syuhudi Ismail menempuh ujian promosi doktor pada tanggal 28 Nopember 1987. Desertasinya yang berjudul “Kaedah Keshahihan Sanad Hadis (Telaah Kritis dengan Pendekatan Ilmu Sejarah)” atas beberapa usulan dosen diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul yang serupa.
3. Karya-Karya
Karya-karya tulis Muhammad Syuhudi Ismail yang berwujud buku diantaranya: Cara Praktis Mencari Hadis; Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’an al-Hadis tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal (Terbit 1984); Pengantar Ilmu Hadis (Terbit Tahun 1987); Kaidah Keshahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Terbit tahun 1987); dan Metodologi Penelitian Hadis Nabi.
Sedangkan karya-karya tulis lainnya yang berwujud artikel dan makalah antara lain Pelaksanaan Syari’at Islam di Indonesia (Skripsi, IAIN, 1973); Sokrates dan Filsafatnya (1978); Syah Waliyyullāh ad-Dahlawi, Sejarah Hidup dan Pemikirannya (1978); Syihāb ad-Dīn Suhrawardi al-Maqtul (1979); Syah Waliyyullāh ad-Dahlawi, Pembaharu Pemikiran Islam di India (1979); Ijtihad di Masa Lalu dan Kemungkinannya di Masa Kini (1982); Perkawinan Incest, Adat, dan Agama (1983); George Wilhelm Friedrich Hegel (1985); Khomeini, Sejarah Hidup dan Politiknya (1985); dan Pemikiran Ibnu Taimiyyah tentang Ilmu Falak dan Hisab dalam Kaitannya dengan Pelaksanaannya dengan Pelaksanaan Ibadah (1985).
Selain itu, masih banyak lagi karya tulis Muhammad Syuhudi Ismail, baik yang berwujud artikel, makalah, esai, dan lain-lain. Tak terkecuali sumbangan tulisannya sebanyak 13 judul entri dalam Buku Ensiklopedi Islam. Berbagai karya tulis ilmiah yang telah dihasilkannya tak lepas dari studi yang dicapai dari tingkat S1, Studi Pascasarjana di Yogyakarta, maupun program-program S2 dan S3 di Jakarta.
B. Seputar Buku Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual
Karya monumental Muhammad Syuhudi Ismail tentang pemikiran memahami hadis berjudul Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’an al-Ḥadīṡ yang Universal, Temporal, dan Lokal. Buku tersebut awal mulanya merupakan teks Pidato Pengukuhan Guru Besar yang disampaikan dihadapan Rapat Senat Terbuka Luar Biasa IAIN Alauddin Ujung Pandang. Sebelum akhirnya diterbitkan menjadi sebuah buku, dengan sedikit perubahan didalamnya.
Sebelum terbit, Muhammad Syuhudi Ismail memutuskan untuk menambah beberapa uraian pada bab pendahuluan, kesimpulan, dan uraian tersendiri untuk memaparkan seputar hadis-hadis yang nampak bertentangan. Buku Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’an al-Ḥadīṡ yang Universal, Temporal, dan Lokal terbit pertama kali pada Bulan Juni tahun 1984, berselang 25 tahun berikutnya buku Muhammad Syuhudi Ismail tersebut terbit kembali dalam edisi cetakan kedua.
Dalam bukunya Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’an al-Ḥadīṡ yang Universal, Temporal, dan Lokal ini Muhammad Syuhudi Ismail menekankan pentingnya membedakan bagaimana memahami hadis secara tepat, apakah dipahami secara tekstualis, ataukah kontekstualis. Pembedaan dalam memahami hadis disini didasarkan pada posisi Nabi saat hadis muncul dan situasi yang melatarbelakangi atau menyebabkan munculnya sebuah hadis. Penjelasan Muhamad Syuhudi Ismail tentang pemikiran-pemikiran penting dalam memahami hadis diuraikan secara padat dan jelas dalam bukunya tersebut.
Karya Muhammad Syuhudi Ismail dalam bidang pemahaman hadis ini dibagi menjadi enam bab pembahasan didalamnya. Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi tentang urgensi pemikirannya dalam memahami hadis. Bab kedua dimulai dengan pembahasan seputar bentuk matan Hadis Nabi dan ruang lingkup pembahasannya. Dalam bab ini diuraikan lebih detail terkait dengan aspek Jawāmi’ al-Kalim, bahasa tamsil, ungkapan simbolik, dialog dalam hadis Nabi, dan aspek ungkapan analogi dalam hadis. Masing-masing aspek dikemukakan contoh hadisnya, lalu dikaji dengan padat dan implikasi pemahaman yang jelas.
Kemudian pada bab ketiga, membahas seputar kandungan hadis yang dihubungkan dengan fungsi Nabi Muhammad. Hadis-hadis yang berkaitan dengan posisi Nabi, apakah saat itu sebagai rasul, hakim, kepala negara, ataukah manusia biasa dipaparkan dengan menggambarkan situasi saat hadis disabdakan atau diperbuat oleh Nabi Muhammad. Selanjutnya pada bab keempat, berisi tentang posisi Asbāb al-Wurud hadis, apakah hadis Nabi tidak mempunyai sebab secara khusus, ataukah mempunyai sebab secara khusus. Juga berkaitan dengan situasi dan kondisi yang sedang berlangsung saat hadis muncul.
Lalu pada bab kelima berisi tentang cara penyelesaian kandungan dua matan hadis yang nampak saling bertentangan. Disini Muhammad Syuhudi Ismail memaparkan metode-metode yang ditempuh oleh para ulama hadis dalam menyelesaikan kendala tersebut. Setelah menjelaskan dan memaparkan pemikirannya dalam memahami hadis, Muhammad Syuhudi Ismail menutup seluruh uraian dalam bukunya melalui kesimpulan.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa buku Muhammad Syuhudi Ismail tersebut mirip dengan karya Muhammad al-Ghazali dan Yusuf al-Qaradhawi. Beberapa isu yang diangkat dalam kajian hadisnya terdapat kesamaan, misalnya sama-sama mengangkat hadis tentang larangan perempuan menjadi pemimpin, hadis tentang urusan dunia, lalu hadis tentang kepala negara dari Suku Quraisy, dan hadis tentang Syair (Puisi).
Goal yang hendak dituju oleh Muhammad Syuhudi Ismail dalam buku Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual tersebut adalah menunjukkan bahwa di dalam hadis Nabi terkandung ajaran Islam yang bersifat universal, temporal, dan atau lokal. Sehingga hadis pada tahap aplikasi atau prakteknya senantiasa berubah-ubah atau berbeda, sesuai dengan situasi dan kondisi faktor-faktor yang mengiringinya.
C. Keshahihan Hadis
Menurut Muhammad Syuhudi Ismail, untuk mengetahui keshahihan sebuah hadis diperlukan adanya suatu penelitian hadis, baik dari segi sanad maupun dari segi matan hadis. Hadis yang diteliti tersebut utamanya merupakan hadis yang berstatus ahad. Berbeda dengan hadis ahad, penelitian terhadap hadis mutawatir hanya sebatas pembuktian saja, bahwa hadis yang bersangkutan memang betul-betul mutawatir.
Muhammad Syuhudi Ismail mengungkapkan bahwa syarat sebuah hadis dikatakan shahih jika memenuhi kualifikasi tertentu. Kualifikasi yang dimaksud adalah sanad hadis harus bersambung, para perawi harus orang yang adil, para perawi bersifat ḍabiṭ, terhindar dari syadz (kejanggalan) dan ‘illat. Adapun hadis yang secara umum kualitasnya hampir sama dengan shahih, akan tetapi kedhabitannya berkurang, maka dikelompokkan kedalam hadis hasan.
Syarat-syarat penelitian hadis tersebut merupakan kaidah yang digunakan untuk meneliti sanad hadis. Seperti yang diungkapkan sebelumnya bahwa meneliti keshahihan sebuah hadis tidak cukup hanya sampai sanad hadisnya saja, matan hadis perlu mendapat perhatian. Penelitian terhadap matan hadis dilakukan setelah sanad hadis dinyatakan shahih, atau minimal berkualitas hasan. Setelah itu, barulah dapat dilakukan penelitian terhadap matan hadis, guna mengetahui apakah matan terkait maqbūl (diterima), ataukah mardūd (ditolak).
Muhammad Syuhudi Ismail menetapkan bahwa matan hadis dikatakan ṣaḥīḥ apabila terhindar dari syūẓūẓ (janggal) dan terhindar dari ‘illah (cacat). Walaupun memang tidak dapat dipungkiri bahwa penelitian syūẓūẓ dan ‘illah dalam matan hadis dinyatakan sebagai kegiatan yang sulit. Betapapun sulit dalam mendeteksi adanya syūẓūẓ dan ‘illah, penelitian terhadap matan hadis tetap harus dilakukan. Oleh karena itu, Muhammad Syuhudi Ismail mencoba membuat langkah-langkah penelitian matan hadis secara lebih mudah dilakukan dan hasilnya lebih akurat.
Setelah penelitian terhadap hadis dilakukan (dalam hal ini terhadap sanad dan matan hadis) maka akan diperoleh hasil kualitas kedua unsur hadis tersebut. Misalnya, hadis yang diteliti ternyata sanadnya ṣaḥīḥ, tetapi matannya dha’īf, atau sanadnya dha’īf, tetapi matannya ṣaḥīḥ; atau unsur hadis keduanya baik sanad maupun matan sama-sama ṣaḥīḥ. Kemungkinan terakhir bisa juga baik sanad dan matan hadis sama-sama dha’īf. Adanya perbedaan penilaian keshahihan tersebut bukan karena akurasi kaidah yang lemah, tetapi beberapa faktor lain.
Menurut Muhammad Syuhudi Ismail adanya perbedaan penilaian kualitas yang timbul tersebut disebabkan beberapa faktor, seperti Pertama, kaidah kesahihan sanad tidak diterapkan secara konsekuen; Kedua, terjadi perbedaan pendapat tentang unsur-unsur kaidah kesahihan sanad hadis; Ketiga, perbedaan dalam menilai kualitas perawi hadis; Keempat, terjadi periwayatan hadis secara makna; Kelima, matan hadis berkaitan dengan masalah nāsikh-mansūkh, atau ām-khāsh, atau mujmal-mufashshal; dan keenam, kaidah kesahihan matan hadis yang digunakan belum akurat.

Sumber Referensi:
Ismail, Muhammad Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadis. Bandung: Angkasa, 1991.
Ismail, Muhammad Syuhudi. Kaedah Keshahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dengan Pendekatan Ilmu Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang, 1988.
Ismail, Muhammad Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Ismail, Muhammad Syuhudi. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’an al-Ḥadīṡ yang Universal, Temporal, dan Lokal. Jakarta: Bulan Bintang, 2009.
Suryadi. Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi: Perspektif Muhammad al-Ghazali dan Yusuf al-Qaradhawi. Yogyakarta: Teras, 2008.

Leave a comment