Hadis-Hadis Politis

Standard

MENGUNGKAP KEPENTINGAN POLITIK DIBALIK PENYEBARAN HADIS-HADIS POLITIS

(Ulasan atas buku “Genealogi Hadis Politis: al-Mu’awiyat dalam Kajian Islam Ilmiah”)

 IMG_20190715_125340

 

Judul Buku              : Genealogi Hadis Politis: al-Mu’awiyat dalam Kajian Islam Ilmiah

Penulis                      : Dr. Muhammad Babul Ulum

Penerbit                   : Penerbit MARJA

Tahun Terbit           : 2018

Tebal                         : 316 Halaman

 

“Semua sahabat Nabi pasti adil…”

Begitu kira-kira adagium yang dikenal dalam studi hadis ketika mengkaji para perawi hadis. Namun apakah memang benar pernyataan tersebut? Jika memang benar, apakah seluruh hadis-hadis yang diriwayatkan/berasal dari sahabat Nabi wajib diterima? Sebaliknya, bagaimana jika tidak semua sahabat Nabi mempunyai sifat adil? Apakah ini sama halnya dengan merendahkan kredibilitas sahabat Nabi? Lebih jauh, apakah jika meragukan kredibilitas sahabat Nabi, sama dengan merendahkan hadis Nabi? Inilah sedikit pertanyaan-pertanyaan yang muncul di pikiran kita sebagai akibat dari pernyataan di atas. Berbagai pertanyaan yang saling berhubungan satu sama lain, sehingga dapat dikatakan bahwa satu pernyataan menghasilkan beribu pertanyaan.

Pernyataan di atas  yang menjadi kalimat pembuka edisi book review kali ini merupakan satu pertanyaan pula yang menjadi problem fundamental yang diangkat dalam penelitian Muhammad Babul Ulum, sang penulis buku yang sedang direview kali ini. Dalam bukunya yang berjudul “Genealogi Hadis Politis: al-Mu’awiyat dalam Kajian Islam Ilmiah” ini, Muhammaf Babul Ulum (untuk selanjutnya Babul Ulum) berupaya ‘membongkar’ berbagai konspirasi yang terjadi dalam periwayatan hadis, khususnya yang terkait dengan peristiwa “Perang Shiffin” antara Ali dan Mu’awiyah. Suatu peristiwa besar dalam sejarah Islam yang membawa dampak luar biasa bagi peradaban Islam selanjutnya.

Babul Ulum dalam karyanya tersebut ingin membuktikan bahwa hadis-hadis banyak diproduksi dan diriwayatkan secara TSM (Terstruktur, Sitematis, dan massif) demi hasrat kepentingan politik. Pihak yang dinilai melakukan ini ialah Muawiyah, seorang tokoh Quraisy yang dianggap Babul Ulum sebagai ‘dalang’ utama dalam pemalsuan hadis. Dalam penelitian Babul Ulum ini dijelaskan lebih lanjut, bahwa Mu’awiyah dibantu 2 aktor penting dalam memalsukan hadis-hadis. Dua aktor yang mempunyai peran sentral dalam pemalsuan hadis tersebut ialah Saif bin Umar dan Ka’ab al-Ahbar. Kedua orang tersebut didukung dengan struktur dan infrastruktur kekuasaan yang dipegang oleh Mu’awiyah memproduksi hadis dan bahkan melakukan tahrif atas hadis-hadis Nabi. Ada 2 misi penting yang diusung dalam pemalsuan hadis ini, pertama, memproduksi hadis-hadis yang mendukung Mu’awiyah, seperti dengan hadis tentang keutamaan Mu’awiyah. Lalu kedua, memproduksi hadis-hadis untuk ‘menyerang’ pihak oposisi saat itu.

Lalu, siapakah pihak oposisi yang berseberangan dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan? Ya, tentu saja Ali bin Abi Thalib. Konflik Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan ini memang memberi dampak yang cukup luas, khususnya dalam dunia periwayatan hadis. Menurut Babul Ulum, hadis yang mendukung penguasa cenderung diterima dan perawinya cenderung diapresiasi. Sementara hadis yang mendukung oposisi cenderung ditolak dan perawinya cenderung dialienasi. Pendapat Babul Ulum tersebut didukung dengan paparan data-data dan referensi yang kaya. Cukup banyak referensi klasik yang digunakan Babul Ulum dalam desertasinya, bahkan beberapa diantaranya merupakan referensi-referensi yang jarang ‘tersentuh’ oleh para pengkaji hadis.

Penelitian Babul Ulum ini jika dilihat dalam satu bingkai wacana hadis memang ‘anti mainstream’. Karena memang berupaya ‘menggoyahkan’, bahkan ‘merobohkan’ suatu argumen yang menjadi travelling theory dari masa- ke masa, yaitu seputar keadilan sahabat. Bagi yang menyukai riset-riset ‘menantang’ maka buku Babul Ulum inilah jawabannya. Ya memang demikian, karena Babul Ulum dalam penelitiannya ini berupaya ‘menggugat’ suatu hal yang hingga saat ini masih diamini secara taken for granted. Hal ini tentu menemukan momentum dimana ada pembaca yang ‘tidak siap’ dengan hasil-hasil penelitian yang dipaparkan oleh Babul Ulum dalam bukunya ini. Ya, hal-hal yang sudah lama dianut secara taken for granted kemudian ada pihak yang ‘menggugat’ memang seringkali memunculkan respon negatif, bahkan cenderung berlebihan.

Memang sangat disarankan kepada pembaca sebelum membaca karya Babul Ulum ini hendaknya persiapkan hati dan pikiran yang jernih, menganut prinsip obyektif, dan juga jangan lupa, jauhkan sejenak segala ‘atribut’ identitas yang melekat pada diri kita. Bukan untuk menakut-nakuti, tetapi memang harus begitu. Karena jika tidak, ya akan seperti dosen penguji yang Babul Ulum ceritakan dalam bab “Pengantar Penulis” di bukunya. Apa itu? silahkan dibaca langsung saja buku hasil penelitian ilmiah Babul Ulum ini.

Apresiasi lain yang perlu diberikan kepada Babul Ulum dalam penelitiannya ini adalah upaya penulis dalam memperkaya lingkup kajian hadis. Saat ini kajian hadis dalam hal fahm al-hadis memang lebih diminati oleh para pengkaji, dari pada studi sanad hadis yang dianggap terlalu monotone dan membosankan. Buku Babul Ulum ini seolah ‘menangkis’ anggapan tersebut, dengan menawarkan perspektif baru dalam lingkup kajian sanad hadis. Barangkali tidak berlebihan jika karya Babul Ulum ini disejajarkan dengan 2 kajian pendahulunya, yaitu yang berjudul Metode Kritik Hadis karya Kamaruddin Amin dan Sahabat Nabi karya Fuad Jabali. Yang sama-sama karya desertasi, mengulas validitas periwayatan hadis dengan referensi-referensi yang sangat kaya.

Bagaimanapun juga, suatu karya tulis tidak dapat dipisahkan dari sisi subyektifitas penulisnya. Tinggal bagaimana seorang penulis dapat meminimalisir aspek subyektifitasnya tersebut, agar tidak dominan bercampur dengan suatu penelitian yang sedang dikajinya. Ya bisa juga dikatakan sebagai upaya penulis untuk menghindarkannya dari sikap mudah menjustifikasi secara sporadis dan truth klaim dalam karya yang dihasilkan. Babul Ulum dalam penelitiannya ini, ketika membaca setiap kalimat yang ditulisnya, pembaca akan merasa bagaimana subyektifitasnya turut ‘mengalir’ dalam bukunya tersebut.

Ini dibuktikan dengan beberapa ungkapan yang dipakai dalam bukunya tersebut, yang sedikit banyak memperlihatkan sikap emosionalnya. Selain itu, Babul Ulum juga terlihat kurang dalam membahas hadis-hadis yang dipalsukan untuk mengagungkan Ali. Ini perlu dilakukan sebagai konsekuensi dari penelitian akademik yang menekankan pada keilmiahan dengan memaparkan data-data atau fakta-fakta yang adil dan tidak memihak. Ya mungkin itu dulu, sedikit yang dapat saya sampaikan dalam edisi book review kali ini. Intinya, secara umum ya, buku karya Babul Ulum ini tetap recommended, bahkan saya katakan sangat recommended dibaca bagi para peminat kajian hadis. Untuk membuka dan lebih memperkaya khazanah kajian hadis agar semakin variatif dan menarik. Sekiaan!

 

 

 

About greatquranhadis

Assalamu'alaikum Wr. Wb...... Perkenalkan, Nama saya adalah Taufan Anggoro. Saya selaku admin blog wordpress greatquranhadis.wordpress.com ini. Blog ini dibuat untuk memperkaya khazanah keislaman, khususnya dalam bidang kajian quran-hadits. thread2 dan tulisan2 yang di paparkan dalam blog wordpress ini didapat dari materi2 yang dihimpun oleh admin greatquranhadis.wordpress.com dari diskusi-diskusi yang ada di kelas kuliah... saran dan kritik yang membangun dari kawan-kawan saya harapkan, demi perkembangan blog kajian quran-hadits ini kedepan. Oo ya, berhubung baru newbie, tulisan-tulisan yang ada saat ini masih belum baik, akan terus diedit dan diubah seiring bertambahnya ilmu per-blog wordpress an, heheheee. Sekiaaaan!!!! Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Leave a comment